Selamat berjumpa
kembali di blog saya, jika kemarin-kemarin saya membahas tentang materi yang
berhubungan dengan adik-adik yang sedang bersekolah baik di jenjang SMP maupun
SMA, kini saya akan menengahkan materi yang lebih umum, yaitu tentang cerpen.
Sebenarnya materi ini pun sudah kita jumpai sejak jenjang SMP kelas 7, namun
materi disini lebih bersifat umum, Mari kita simak bersama.
Definis Cerpen
tak mudah menjawab definisi sebuah cerpen yang
baik. Karena cerpen yang baik berbeda-beda kualitasnya.
Cerpen-cerpen Hemingway yang baik, berbeda mutunya dengan cerpen-cerpen O Henry
yang baik.
Walaupun demikian, secara garis besar dapatlah kita mengatakan bahwa cerpen yang baik adalah cerpen yang utuh, integral, merupakan satu bentuk kesatuan yang manunggal. Tak ada bagian-bagiannya yang tak perlu, sebagaimana juga tak ada bagian yang diumbar lebih dari keperluan. Seluruh isinya pas, tajam, dan mengandung arti. Sedangkan ketajamannya bisa terdapat pada berbagai unsurnya, seperti pada plot, suasana cerita, setting tempat atau waklu terjadinya cerita.
Selain itu seorang cerpenis yang baik juga mampu memberi sesuatu bagi pembacanya : pengetahuan, pengalaman, kegembiraan, pandangan, dll dalam cerpen-cerpennya.
Lima Hukum Cerpen
Edgar Allan Poe, sastrawan Amerika yang dianggap sebagai bapak cerpen modern mewariskan lima Hukum Menulis Cerpen yang sampai sekarang masih relevan:
Walaupun demikian, secara garis besar dapatlah kita mengatakan bahwa cerpen yang baik adalah cerpen yang utuh, integral, merupakan satu bentuk kesatuan yang manunggal. Tak ada bagian-bagiannya yang tak perlu, sebagaimana juga tak ada bagian yang diumbar lebih dari keperluan. Seluruh isinya pas, tajam, dan mengandung arti. Sedangkan ketajamannya bisa terdapat pada berbagai unsurnya, seperti pada plot, suasana cerita, setting tempat atau waklu terjadinya cerita.
Selain itu seorang cerpenis yang baik juga mampu memberi sesuatu bagi pembacanya : pengetahuan, pengalaman, kegembiraan, pandangan, dll dalam cerpen-cerpennya.
Lima Hukum Cerpen
Edgar Allan Poe, sastrawan Amerika yang dianggap sebagai bapak cerpen modern mewariskan lima Hukum Menulis Cerpen yang sampai sekarang masih relevan:
- 1. Peraturan Pertama
Cerpen itu harus pendek.
Tidak menguras waktu pembacanya, bisa selesai dibaca dalam waktu singkat tapi tetap memberikan kesan yang mendalam. Cerpen bagaikan kain ketat, tak banyak memberi kelonggaran. Pengarang cerpen ulung selalu menghindari uraian berkepanjangan tentang tokoh cerita atau pemandangan alam.
Tidak menguras waktu pembacanya, bisa selesai dibaca dalam waktu singkat tapi tetap memberikan kesan yang mendalam. Cerpen bagaikan kain ketat, tak banyak memberi kelonggaran. Pengarang cerpen ulung selalu menghindari uraian berkepanjangan tentang tokoh cerita atau pemandangan alam.
- 2. Peraturan Kedua
Cerpen membuat efek yang tunggal dan unik. Sebuah cerpen
yang baik hanya punya satu pikiran utama dan action yang bisa
dikembangkan melalui sebuah garis dari awal hingga akhir. Berbeda dengan novel
yang memungkinkan memiliki garis-garis sampingan atau cerita-cerita penyeling,
cerpen tidak punya hak untuk ngelantur ke berbagai soalan lain.
- 3. Peraturan Ketiga
Cerpen harus ketat dan padat. Seorang cerpenis harus
berusaha memadatkan setiap detil pada ruang tulisannya sepadat mungkin. Tiada
ruang untuk memaparkan serbaneka kejadian atau serba detil karakter seperti
pada novel. Maksudnya tidak lain agar pembaca mendapat kesan tunggal dari
keseluruhan cerita. Inilah sebabnya dalam cerpen amat dituntut ekonomi
bahasa. Segalanya harus diseleksi secara ketat, agar misi yang hendak
disampaikan dapat dikemukakan secara tajam, dan menghunjam ke dalam hati
pembacanya.
Sebuah cerita pendek mengenal disiplin waktu, irama, mengenal warna, dibatasi oleh patokan sehingga memerlukan kelicikan, tetapi juga sekaligus ketegelan dan kebijaksanaan dari penciptanya.
Sebuah cerita pendek mengenal disiplin waktu, irama, mengenal warna, dibatasi oleh patokan sehingga memerlukan kelicikan, tetapi juga sekaligus ketegelan dan kebijaksanaan dari penciptanya.
- 4. Peraturan Keempat
Cerpen harus tampak sungguhan. Cerpen memang karya fiksi
tapi harus diupayakan agar terkesan nyata. Sebab “tampak seperti sesungguhnya”
adalah prinsip seni penceritaan sebuah cerita termasuk pula cerpen. Semua fiksi
tak boleh kentara nilai fiksi atau imajinasinya meskipun semua orang tahu bahwa
itu hanya fiksi belaka. Oleh karena itu, seorang cerpenis jangan membuat plot
atau alur cerita yang mustahil. Jangan pula melebih-lebihkan karakter tokoh
ceritanya seperti pada kartun atau karikatur.
- 5. Peraturan Kelima
Cerpen
harus memberi kesan yang tuntas. Selesai membaca cerpen, pembaca harus merasa
bahwa cerpen itu benar-benar selesai. Tidak boleh tidak cerita itu harus
rampung pada suatu titik. Jika tidak, pembaca akan bertanya-tanya atau bahkan
merasa kecewa.
Itu prinsip menulis cerpen rumusan Edgar Allan Poe. Namun pada kenyataannya banyak juga cerpenis terkenal yang melanggarnya.
Ernest Hemmingway-peraih Nobel sastra atas novel The Old Man and The Sea gemar membuat cerpen yang panjang-panjang dan memaparkan secara detil sekali karakter atau pemandangan alam pada cerpen-cerpennya. Bahkan Edgar Allan Poe sendiri yang sering membuat ujung cerita yang tidak rampung, melambai-lambai ditiup angin alias misterius. Barangkali karena judulnya “misteri” maka pembaca justru senang berteka-teki dengan ujung cerpen yang tidak jelas atau tidak rampung tersebut.
Sehingga boleh – boleh saja kita menambah kurangkan prinsip prinsip tersebut sepanjang masih bisa dipertanggungjawabkan hasilnya.
Itu prinsip menulis cerpen rumusan Edgar Allan Poe. Namun pada kenyataannya banyak juga cerpenis terkenal yang melanggarnya.
Ernest Hemmingway-peraih Nobel sastra atas novel The Old Man and The Sea gemar membuat cerpen yang panjang-panjang dan memaparkan secara detil sekali karakter atau pemandangan alam pada cerpen-cerpennya. Bahkan Edgar Allan Poe sendiri yang sering membuat ujung cerita yang tidak rampung, melambai-lambai ditiup angin alias misterius. Barangkali karena judulnya “misteri” maka pembaca justru senang berteka-teki dengan ujung cerpen yang tidak jelas atau tidak rampung tersebut.
Sehingga boleh – boleh saja kita menambah kurangkan prinsip prinsip tersebut sepanjang masih bisa dipertanggungjawabkan hasilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar